TEMPO Interaktif, Jakarta - Heni Mulyanti tak lagi repot mengganti-ganti dua kartu GSM di telepon selulernya. Di tas pegawai swasta itu kini terselip sebuah ponsel merek Nexian. Ponsel dengan papan ketik QWERTY itu selalu menemaninya ke mana pun. Meski ponsel lokal, perangkat itu bisa memenuhi kebutuhannya.
Demam BlackBerry membuatnya kepincut oleh ponsel yang bentuknya mirip ponsel buatan Research In Motion itu. "Harganya juga murah, tipe pertama yang modelnya 'berry-berry-an,'" ujarnya menyebut ponselnya yang "serupa tapi tak sama" dengan BlackBerry itu.
Kendati ponsel itu bisa memenuhi kebutuhannya, wanita ini masih ragu akan kualitas dan harga jual kembali ponselnya. "Mudah-mudahan awet. Soalnya, kalau dijual, harganya jatuh dibanding ponsel bermerek."
Tak cuma Heni. Jutaan "Heni" lainnya pun kini menggunakan ponsel lokal atau buatan Cina. Alasannya, dengan harga murah, mereka sudah dapat menikmati fitur-fitur "jualan" ponsel merek impor. Soal membuat model, ponsel lokal atau produk Cina juga tak kalah keren. Termasuk model dengan layar lebar dan keyboard bertombol banyak (QWERTY) seperti BlackBerry, yang memang sedang digandrungi orang Indonesia.
Peluang itulah yang kemudian disambar para vendor ponsel lokal. Nur Amin, General Manager HT Mobile, salah satu "pemain" ponsel lokal, mengakuinya. "Kami memanfaatkan momentum," ujarnya kepada iTempo, Selasa lalu.
Nur Amin sedikit membuka "rahasia" dapurnya. Kesuksesan ponsel lokal buatan Cina dalam menyerbu pasar tak lain karena ponsel pintar BlackBerry menjadi tren di Indonesia. Masyarakat sudah sangat terobsesi dengan desain QWERTY-nya. Teknologi tak jadi soal karena masyarakat di lapisan bawah tak terlalu mempedulikannya. "Kalau enggak QWERTY enggak ngetren, jadi ya kami ambil itu," katanya.
Selain HT Mobile, sejumlah ponsel lokal berdesain QWERTY kini bertebaran di pasar. Dengan harga lebih murah, sejumlah ponsel lokal itu sudah ditanami chipset yang cukup mumpuni. Selain fitur dasar, teknologi chipset-nya mampu menghadirkan fitur tambahan, seperti radio, televisi, musik, atau jejaring sosial, yang sedang booming. Bagi konsumen Indonesia, hal itu tentu saja menggiurkan.
Ponsel lokal, kata Nur Amin, sebenarnya bisa saja mengejar teknologi tinggi yang dimiliki ponsel impor. Namun, kalau teknologi ponsel lokal ditingkatkan untuk mengejar ponsel bermerek, harga jualnya juga tentu akan meningkat. Jika demikian, konsumen bakal memilih ponsel bermerek. "Kepercayaan konsumen belum tinggi dan masih butuh edukasi," kata Amin.
Pemain lokal lain yang menyodok pasar ponsel Indonesia adalah PT Metrotech Jaya Komunika, yang memperkenalkan ponsel Nexian. Merek inilah yang memimpin sejumlah ponsel lokal lain untuk menyodok pasar ponsel Indonesia. Sukses mereka memang dimulai ketika Nexian meluncurkan ponsel "BlackBerry look like" (mirip BlackBerry). "Konsumen melihat BlackBerry masih mahal. Begitu keluar Nexian, yang harganya terjangkau, jadilah booming," ujar Chief of Sales Nexian Christian Sudibyo.
Begitu produk Nexian digemari konsumen, vendor ponsel lokal lain mulai ikut memproduksi ponsel sejenis. Tak ingin sekadar jadi pelopor, kata Christian, Nexian pun mulai mencari celah dan inovasi fitur yang dibenamkan di ponselnya. Salah satunya adalah fitur pengirim pesan (messenger). Kegemaran konsumen Indonesia chatting di ponsel dimanfaatkan.
Nexian juga mulai meluncurkan sejumlah ponsel QWERTY namun dengan tambahan fitur, seperti televisi, musik, jejaring sosial, dan data, sampai ponsel Android. Vendor ini juga menggandeng operator untuk memperluas pasarnya. Senada dengan Nur Amin, Christian yakin teknologi ponsel lokal bakal mengejar teknologi ponsel bermerek, karena tinggal menerapkan saja. Harga ponsel lokal dengan teknologi tinggi, kata dia, bisa ditekan jika diproduksi secara massal.
Semula vendor lokal mengabaikan layanan purnajual, kini mereka memperkuat layanan dan distribusinya. Apalagi distribusi dan layanan purnajual jadi nilai tambah untuk menggaet kepercayaan konsumen. Dari angka 7 persen (data lembaga riset Gfk per April lalu), Nexian menargetkan untuk merebut 30 persen pasar. "Kue" pasar ponsel Indonesia memang legit.
No comments:
Post a Comment