VIVAnews - Biro Investigasi Federal (FBI) mengeluarkan peringatan seputar scareware melalui Internet Crime Complaint Center (IC3). Mereka mengatakan, taktik agresif scareware digunakan untuk melakukan penipuan.
Menurut perkiraan biro penyelidik AS tersebut, scareware bisa menyebabkan para korban merugi hingga lebih dari US$150 juta.
Scareware, atau dikenal juga sebagai rogueware, merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut produk antivirus palsu yang mengecoh pengguna agar membayar biaya lisensi dengan memborbardir mereka dengan peringataan keamanan yang bukan sebenarnya.
Skema kejahatan semacam ini sangat menguntungkan, sehingga para pelaku kejahatan cyber umumnya membangun keseluruhan perekonomian bawah tanah berdasarkan skema tersebut.
Bila sebuah komputer terinfeksi virus trojan, ada kemungkinan besar scareware juga akan terinstal di komputer. Kemudian, ketika pengguna komputer mencari berita-berita terkini melalui mesin pencari Google, misalnya, kemungkinan besar pencarian itu akan berakhir pada situs-situs yang mengandung scareware.
Peringatan IC3 menargetkan salah satu jalur distribusi scareware paling utama, yakni jaringan internet. Ancaman yang ada saat ini, menurut IC3, saat pengguna komputer yang ketika mulai berselancar di internet, mereka mulai menerima pop up peringatan keamanan yang menyatakan bahwa komputer mereka terinfeksi sejumlah virus.
Pop up itu sangat agresif, dan seringkali, satu-satunya jalan keluar bagi pengguna meski mereka menyadari bahayanya adalah dengan mematikan proses browser dan melakukan restart. Diklik atau tidak, pop up tersebut akan tetap menginfeksi.
IC3 yang merupakan kerja sama FBI, Pusat Kejahatan Kerah Putih Nasional (NW3C), dan Biro Bantuan Hukum (BJA), merekomendasikan pengguna komputer untuk berselancar di internet dengan program antivirus yang up-to-date dan terpercaya. “Kalau pengguna menerima pop up antivirus ini, disarankan untuk menutup browser atau mematikan sistem. Kemudian, sangat disarankan agar pengguna menjalankan scan antvirus lengkap secara rutin,” tulis FBI, seperti VIVAnews kutip dari Softpedia, 14 Desember 2009.